Aku terlalu lama menunggu. Ku terlalu lama mencari dan akhirnya aku bertemu denganmu. Ku tahu ku telah jatuh hati kepadamu sejak pertama kali kau tersenyum kepadaku. Tapi kemudian kusimpan rasa itu. Sebuah kesalahpahaman bahkan akhirnya justru membuat kita jauh. Tak pernah saling tersenyum dan tak pernah bertegur sapa. Kau bahkan sempat membuatku sakit. Kucoba tersenyum, tapi kau bahkan tak pernah melihat ke arahku. Tapi, ku ingin kau tahu bahwa aku tak pernah membencimu, walau hanya sedetik pun. Walau sakit yang kurasakan begitu dalam.
Waktu pun berlalu. Aku merasa menemukan teman yang bisa membantu aku menggapaimu. Sayang, orang yang kupercaya sepenuh hati tersebut justru mengambil jalan lain dan meninggalkan aku. Seolah tak pedulikan perasaanku, dia mengambil jalannya sendiri menuju dirimu. Dia yang kini bersamamu. Aku akhirnya mengalah karena aku tak tega mengambil kebahagiaanmu bersamanya meski aku harus kembali sakit. Sekali lagi, aku sama sekali tak pernah dan tak akan membencimu.
Semula aku merasa seiring berjalannya waktu sakit itu akan hilang. Sedih itu akan lenyap. Tapi ternyata aku salah. Ternyata butuh lebih banyak waktu untuk menyembuhkan lukaku. Aku masih belum sanggup melihat kalian bersama. Aku tak keberatan bertemu denganmu. Tapi jujur aku aku masih sedikit berat bertemu dengannya. Dan rasanya terlalu sakit melihat kalian berdua. Yah, perasaan itu terlalu lama kusimpan dan akan sulit melepaskannya, meski aku tak lagi berharap kepadamu. Luka itu mungkin hanya akan sembuh jika aku bertemu dengan pengganti dirimu. Atau mungkin memang aku harus meninggalkan tempat kita bertemu untuk menghilangkan rasa sakit yang ditinggalkan.
Kau pernah memintaku untuk tidak memusuhinya, memintaku untuk tetep berteman dengannya, memintaku untuk tak menaruh dendam kepadanya. Aku akan menepati janji itu kepadamu. Tapi, kumohon izinkan aku untuk tak memaafkan pengkhianatannya. Dan izinkan juga aku untuk membencinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar