Kamis, 07 Mei 2009

Review MotoGP 2009 setelah tiga seri

Berikut ini ulasan saya setelah memperhatikan seri MotoGP 2009 dari Losail hingga Jerez.

Persaingan pembalap

Kelas MotoGP

Well, persaingan menjadi pembalap terbaik di kelas paling bergengsi ini tampaknya masih menjadi persaingan antara Valentino Rossi, Casey Stoner, Daniel Pedrosa, dan Jorge Lorenzo. Selain nama-nama tadi, nama Andrea Dovizioso juga layak diperhitungkan.

Sejauh ini Rossi menjadi pembalap paling konsisten dengan selalau naik podium. Di Losail dan Motegi, Rossi finish di urutan dua, sementara di Jerez ia berhasil mengalahkan pembalap tuana rumah, Dani Pedrosa. Tapi jangan anggap remeh Stoner, Pedrosa, ataupun Lorenzo.

Stoner mampu tampil baik saat seri pembuka, sayang di seri selanjutnya sepertinya ia mengalami masalah dengan setting motornya. Di Motegi ia bahkan gagal naik podium akibat masalah rem depannya. Kalau ia mendapatkan setting yang pas, sangat besar kemungkinanna kekbali mendominasi seperti musim 2007.

Sementara untuk Pedrosa, ia memang belum meraih kemenangan musim ini. Tapi ingat kondisinya belum fit 100 %. Di Losail, Qatar ia nekad ikut balapan dengan kondisi masih cedera cukup parah. Dengan mengabaikan rasa sakit ia sempat merengsek ke barisan tengah sebelum akhirnya diseruduk oleh Alex De Angelis (untungnya ia tak sampai terjatuh). Di Motegi, meski masih dibekap cedera, ia menunjukkan kelasnya dengan sanggup finish di urutan ketiga meski start dari posisi ke-11. Sementara di Jerez, ia memang dipecundangi oleh Rossi. Tapi setidak-tidaknya target untuk selalu naik podium di Jerez tercapai, mengingat kondisi yang masih cedera plus motor yang sama sekali belum pernah ia coba di pra musim 2009. Yang artinya ia sendiri belum mendapatkan setting motor yang pas. Kalau ia sudah 100 % fit plus mendapatkan motor yang kompetitif, ia bisa berbahaya.

Bagaimana dengan Lorenzo? Eks juara dunia 250 cc tahun 2006 dan 2007 ini mengisi podium ketiga di Losail dan bahkan menajdi kampiun di Motegi. Sayang, di Jerez, ia tampil buruk meski start dari posisi terdepan dan bahkan mengulangi “hobi”nya musim lalu, jatuh akibat kecerobohannya sendiri. Namun satu hal yang patut dipuji darinya, semangat pantang menyerah. Ingat, musim lalu dengan kondisi cedera parah, ia nekad ikut balapan. Ia bahkan mampu naik podium meski harus duduk di atas kursi roda.

Satu nama yang harus diwaspadai adalah Andrea Dovizioso. Rekan satu tim Pedrosa ini memang belum menjadi yang terbaik. Namun melihat jejak prestasinya di kelas 125 cc (dimana ia menjadi juara dunia) dan 250 cc (di mana ia dua kali menajdi runner-up), Dovi layak diperhitungkan. Apalagi kini ia mendapatkan fasilitas terbaik di tim utama. Sebagai bukti, ia hanya sekali keluar dari posisi 5 besar saat finish, yaitu saat di Jerez, di mana ia melakukan kesalahan dengan membelok terlalu lebar. Setidak-tidaknya, saat ini Dovi sanggup bersaing di 5 besar klasemen sementara.

Kelas 250 cc

Persaingan di kelas seperempat liter justru lebih seru. Lihat saja jalannya balapan di Motegi dan Jerez. Persaingan menjadi yang terbaik dengan duel yang justru lebih sengit terjadi antara Marco Simoncelli, Alvaro Bautista, dan Hiroshi Aoyama. Persaingan ketiganya mengingatkan saya pada duel antara Jorge Lorenzo, Andrea Dovizioso, dan Alex De Angelis di kelas 250 cc musim 2006 dan 2007.

Sang juara dunia bertahan, Marco Simoncelli hingga saat ini masih kedodoran. Ia absen di Losail akibat cedera. Saat seri Motegi, ia sempat memimpin balapan dengan dikuntit ketat oleh Aoyama. Sayang, setelah sebuah insiden, ban depannya kempes dan terpaksa harus masuk pit. Saat kembali ke lintasan, ia sudah jauh tertinggal dan akhirnya gagal meraih poin di Motegi. Sementaa di Jerez ia hanya berhasil finish di tempat ketiga. Namun ingat, pembalap yang kerap disebut sebagai penerus Valentino Rossi ini, sanggup mengalahkan kelemahan power motor Gilera (sangat jelas di trek lurus, ia begitu mudah didekati bahkan disalip oleh Bautista dan Aoyama) dengan skill yang memukau.

Musim ini, Alvaro Bautista seakan menjadi “penguasa” baru kelas 250 cc. Di Motegi, Bautista berhasil mengalahkan pembalap tuan rumah, Hiroshi Aoyama (bukan hanya karena Aoyama berasal dari Jepang, tapi Motegi juga sirkuit milik pabrikan Honda) meski start dari posisi yang tidak terlalu bagus. Tenaga motor Aprilia yang besar (sangat terlihat di trek lurus) plus skill yang hebat, membuatnya selalu bersaing di depan. Harapan saya, Bautista tak mengulangi kecerobohannya musim lalu, di mana ia terlalu sering bersenggolan dengan Simoncelli maupun terjatuh sendiri. Kalau ia tidak lebih berhati-hati, bisa-bisa ada pembalap lain yang mengambil keuntungan seperti yang dilakukan Mika Kallio musim lalu.

Satu nama lagi yang penampilannya cukup impresif musim ini adalah Hiroshi Aoyama. Hengkangnya Kallio ke kelas MotoGP ternyata tak membuat persaingan hanya dikuasai oleh Simoncelli dan Bautista. Kini, mereka berdua harus menghadapi ketangguhan pembalap asal Jepang ini. Musim lalu, sebenarnya Aoyama tampil lumayan bersama KTM. Sayang, power KTM-nya kalah bersaing.

Kini, Aoyama kembali bergabung dengan Honda, sebuah keputusan yang ternyata tepat. Aoyama berhasil menjadi runner-up di Motegi. Bahkan di Jerez, ia berhasil memenangkan pertarungan sengit dengan Bautista dan Simoncelli. Power motor Honda miliknya terbukti sanggup bersaing dengan Aprilia milik Bautista. Skill dan keberaniannya juga patut diacungi jempol. Lihat saja saat ia membabat Bautista dan Simoncelli di tikungan, terlihat sangat nekad. Sepertinya ia menjadi harapan Jepang untuk meneruskan perjuangan mendiang Daijiro Kato maupun mendiang Norifumi “Norick” Abe. Memang sih, sepeninggal Kato, belum ada pembalap Jepang yang berhasil menjadi juara dunia di kelas 250 cc. Dan harapan itu kini layak diberikan kepada Hiroshi Aoyama.

Persaingan Tim

Satu hal yang sering dilupakan, penilaian juara dunia bukan hanya diberikan untuk persaingan antar pembalap, tapi juga untuk konstruktor maupun untuk tim. Untuk ini, saya hanya mengulas persaingan tim di kelas MotoGP.

Untuk saat ini, saya melihat peluang persaingan terbesar dimiliki oleh Fiat Yamaha dan Repsol Honda. Mengapa? Karena para pembalap dari dua tim tersebutlah yang saya nilai paling konsisten dan prestasi masing-masing pembalapnya lebih seimbang. Dua pembalap Fiat Yamaha, Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo, prestasinya di lintasan sama-sama baik, di mana masing-masing menyumbangkan satu kemenangan. Mereka berdua pun masuk ke jajaran 5 besar klasemen sementara. Ada persamaan unik antara Rossi dan Lorenzo, keduanya sama-sama pernah menjadi juara dunia kelas 250 cc dengan motor Aprilia.

Hal serupa ditunjukkan oleh Repsol Honda. Prestasi Dani Pedrosa dan Andrea Dovizioso tak terlalu njomplang. Skill keduanya tak diragukan lagi. Keduanya sama-sama pernah menjadi juara dunia kelas 125 cc. Bedanya, Dovi tak sempat merasakan menajdi juara dunia kelas 250 cc. Uniknya, baik Pedrosa maupun Dovizioso, selalu mengendarai Honda sejak masih berlaga di kelas 125 cc. Benar-benar pembalap yang setia dengan Honda.

Bagaiamana dengan Ducati Marlboro? Saya cenderung menyingkirkannya dari persaingan juara tim. Penyebabnya prestasi yang sangat njomplang antara pembalapnya, Casey Stoner dan Nicky Hayden. Meski keduanya adalah eks juara dunia kelas MotoGP, terdapat perbedaan prestasi yang terlalu mencolok. Stoner sanggup bersaing di depan, sementara Hayden tertinggal jauh di belakang.

Hayden, eks Rookie of The Year tahun 2003 itu terlihat masih kesulitan beradaptasi dengan Ducati Desmosedici setelah bertahun-tahun menunggangi Honda. Prestasinya malah kalah apik dibandingkan dengan Mika Kallio yang justru menajdi pendatang baru musim ini. Saran saya untuk Ducati, singkirkan saja Hayden musim depan dan rekrut Kallio. Heh heh.


Tidak ada komentar: